KEPUTUSAN berani diambil Kauro Mitoma pada usia 18 tahun. Ketika mendapatkan tawaran kontrak profesional dari juara empat kali liga Jepang Kawasaki Frontale, dia memilih kuliah. Pemain Brighton & Hove Albion itu diterima di Universitas Tsukuba.
Winger asal Kanagawa itu memutuskan melanjutkan sekolah dan memperkuat tim sepak bola Universitas Tsukuba. Pilihan yang ganjil lantaran sepak bola adalah impiannya sejak kecil. Sejak berusia 10 tahun dan bergabung ke akademi Kawasaki Frontale.
"Sejujurnya, saya tidak memiliki kepercayaan diri menjadi pemain profesional saat itu. Ketika saya melihat (Koji) Miyoshi dan (Kou) Itakura yang setahun di atas saya. Saat saya melihat mereka secara objektif, saya pikir akan menjadi yang teratas. Tapi, saya tidak memiliki cukup kepercayaan diri untuk melakukannya dan mengingat masa depan saya, saya pikir akan lebih baik pergi ke Universitas Tsukuba,” ujar Mitoma sebagaimana dikutip NumberWeb.
Ya, itulah pilihan hidupnya. Seakan-akan malah mengambil jalan berputar, tetapi yang dilakukan Mitoma justru bukan kemunduran. Diibaratkan helikopter, semakin jauh dari daratan, maka akan mampu melihat view yang lebih luas. Selama Mitoma bersama Tsukuba, dia bisa melihat dan menemukan sepak bola secara lebih luas dan menambah rasa percaya dirinya dalam berlari di lapangan hijau.
筑波大学入学しました!
4年間頑張りましょ😄 pic.twitter.com/x177CwmPDa
— 三笘 薫 (@kaoru_mitoma) April 7, 2016
Bukan tentang menenggelamkan mimpi. Mitoma saat itu berada pada posisi apakah dia harus siap menghadapi tekanan yang kuat. Apakah dia harus berani mengambil tantangan? Apakah dia harus mempertimbangkan masa depan? Apakah harus memilih lanjut universitas dan bermain bagi tim universitas? Atau mengiyakan tawaran promosi masuk skuad utama Kawasaki Frontale meskipun aku akan lama menghabiskan waktu di bangku cadangan? Mana yang harus diambil. Tentu situasi yang pasti terjadi bagi pemuda yang baru saja lulus SMA. Apakah cita-citanya adalah jalan yang tepat baginya? Atau harus mampu mempunyai rencana lain demi menjamin masa depan?
Di Jepang, sama juga dengan di Amerika Serikat, karena sistem pembinaan olahraga yang sudah cukup baik, banyak yang memilih jalan seperti itu. Langsung profesional dari SMA ataukah mencari lebih banyak jam terbang sekaligus menyiapkan investasi masa depan berupa pendidikan dengan masuk ke perguruan tinggi.
Membela tim sepak bola kampus memberikan lebih banyak kesempatan bermain. Sebab, di usia muda langsung ke tim profesional, apabila tidak memiliki potensi yang teramat dahsyat, maka berpotensi lebih banyak duduk di bangku cadangan.
Tawaran kepada Mitoma bermain profesional itu sudah datang saat dia di akhir masa SMA. Manajemen Kawasaki Frontale bersama manajer tim U-18 Akira Konno menjadwalkan pertemuan dengan Mitoma dan orang tuanya.
Inti dari pembicaraan yang dilakukan saat itu adalah klub akan mempromosikan Mitoma ke tim utama Kawasaki Frontale. Namun, jawaban yang keluar dari mulut Mitoma langsung adalah ”Saya ingin pergi ke Universitas Tsukuba dan melatih diri saya lagi dalam empat tahun sepak bola di perguruan tinggi.”
Mukojima seorang pemandu bakat Kawasaki Frontale, sudah terkesima dengan penampilan Mitoma sejak junior. Mitoma telah dipantau klub lantaran selalu unggul di setiap level tim yang dibelanya. Itulah yang membuatnya yakin, seharusnya Mitoma berada di skuad senior. Karena itu, jawaban dari Mitoma membuat Mukojima kaget.
Sebenarnya, sebelum berbicara dengan Mitoma dan keluarga, Mukojima sempat memantau latihan tim sepak bola Universitas Tsukuba. Dia sempat berkonsultasi dengan pelatih Universitas Tsukuba Masaaki Kaido. Dan, kemudian dia memilih menghormati keputusan Mitoma.
Pilihan Mitoma sangat tepat. Universitas Tsukuba adalah perguruan tinggi penghasil atlet bagi negara Sakura. Dhany Putra, seorang mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Universitas Tsukuba pun mengatakan hal yang demikian. ”Tsukuba-dai emang kampus atlet mas,” begitu jawaban Dhany.
Mahasiswa fakultas sosial humaniora itu menceritakan, ketika awal datang, diberitahu oleh beberapa temannya -yang bukan dari Indonesia- menjelaskan bahwa Universitas Tsukuba ini adalah ”sekolah atlet.”
Mulanya, dia hanya menganggap itu bercanda. Namun, itu semua terjawab ketika menyaksikan sendiri ke fakultas olahraga Universitas Tsukuba. Dia melihat fasilitas penunjang olahraga yang ada di kampusnya memang terbilang sangat baik. ”Kampus ini punya fasilitas hampir semua cabang olahraga,” ujar Dhany.
Berdasarkan data dari situs resmi kampus, mahasiswa dan lulusan mereka telah mengumpulkan lebih dari 135 medali Olimpiade dan Paralimpiade. Jadi, slogan dalam situs kampus yang menyatakan bahwa mereka memiliki fasilitas olahraga terbaik bukan isapan jempol.
Mitoma tertarik kepada tim sepak bola Universitas Tsukuba dan akhirnya bergabung ke jurusan pendidikan jasmani setelah menyaksikan salah satu pertandingannya. Itu terjadi pada musim semi tahun ketiganya saat SMA. Dia menyaksikan Universits Tsukuba yang saat itu berkompetisi di divisi dua Liga Universitas Kanto.
Setelah itu, dia menyatakan keinginan bergabung kepada pelatih Universitas Tsukuba. Tentu saja sang pelatih tertarik kepada pemain yang sejak 10 tahun telah dididik dengan baik di akademi Kawasaki Frontale. Salah satu bakat terbaik yang dimiliki akademi tersebut.
”Saya benar-benar dapat merasakan bahwa mereka menghargai keterampilan individu. Fokus pada passing. Saya tertarik pada tim ini,” kata Mitoma dalam sebuah wawancara.
Sebagai pemain sepak bola yang berposisi sebagai winger, salah satu senjata andalan Mitoma adalah kemampuan menggiring bola. Gocekannya membuat penonton berdecak kagum. Itu sudah tergambar sejak dia masih di level junior.
Salah satu momentumnya terjadi pada 21 Juni 2017 di Yurtec Stadium Sendai. Saat itu, melawan Vegalta Sendai dalam turnamen Emperor's Cup, yang diikutinya saat dia duduk di tahun kedua universitas. Mitoma mencetak gol pembuka dari dribel solo hampir 50 meter yang menyita perhatian setiap mata yang melihat laga tersebut. Mereka menang 3-2 dan Mitoma mencetak gol pembuka dan penutup dalam laga itu.
Bukan hanya cerdas dalam mengolah bola, dia juga pandai dalam akademik. Berdasarkan NumberWeb, naskah akademik untuk syarat kelulusan, dia menulis skripsi berjudul ”Mengapa dribel saya lepas?” Secara detail dia menjelaskan mekanisme dribel. Bahkan, untuk penelitian itu, dia memasang action camera di kepalanya untuk mengamati pergerakan dia saat menggiring bola. Itu sekaligus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dribbling-nya. Tentu saja dengan pendekatan ilmiah.

Ketika akun resmi NumberWeb mengetweet tentang judul skripsi tersebut, Kaoru Mitoma menjawabnya dengan bercanda. Dia tulis, itu bukan judul skripsinya, sembari menulis aksara Jepang yang maknanya tertawa di akhir kalimat. Seakan dia mengatakan, ”Dribelku tidak mungkin lepas.”
Selama membela Universitas Tsukuba, Mitoma selalu dinanti penampilannya dan dianggap sebagai sang pembeda. Seperti kata Mukojima bahwa ada yang beda yang dimiliki dalam diri Mitoma. Dia benar-benar menghayati apa yang dikatakan oleh Tsubasa Oozora ”bola adalah kawan”. Ketika bola berada di kakinya penonton selalu memberikan keriuhan kekaguman, setiap gerakannya akan selalu dinanti dan diawasi oleh penonton.
Coach Masaaki Kaido, pelatih Mitoma saat di Universitas Tsukuba, ketika ditanya tentang gol Mitoma melawan Australia yang membawa Jepang melaju ke Piala Dunia 2022, mengatakan bahwa itu sering dilakukannya. Saat masih bermain di Universitas Tsukuba, itulah gaya andalannya. ”Anda tidak bisa menghentikan dribel itu.”
Kemampuan Mitoma dalam menggiring bola telah diasah sejak belia. Ketika masanya di Universitas Tsukuba. Mitoma juga secara one-on-one dengan Yamakawa Tetsushi yang saat ini bermain untuk Vissel Kobe dan berposisi bek. Bahkan, kata Koido, Mitoma melatihnya di posisi itu, di sudut itu, setiap hari sejak dia menjadi mahasiswa baru di Universitas Tsukuba.
”Ketika dia mulai menggiring bola di dekat area penalti di sisi kiri, dia tak terbendung. Saya pikir mereka menyebutnya ’zona Mitoma’ di Kawasaki Frontale. Namun, dasarnya diletakkan di Universitas Tsukuba.” ucap Koido dalam wawancara kepada JFA.jp dalam series ”Tales of the Mentor.”
Pada tahun pertama bersama Universitas Tsukuba, dia punya andil besar dalam membuat Universitas Tsukuba menjadi runner-up Kanto League Division 1 dan kejuaraan antar perguruan tinggi.
Kemudian, pada tahun kedua, dia terpilih mewakili Jepang dalam ajang olahraga internasional 2017 Summer Universiade. Dalam pekan olahraga mahasiswa itu, bersama tim sepak bola mahasiswa Jepang, mereka membawa pulang medali emas. Tim Universitas Tsukuba juga tampil hebat dan menjuarai Kanto League Division 1. Mitoma masuk dalam daftar sebelas pemain terbaik.
Meski Mitoma telah memutuskan bermain untuk Universitas Tsukuba, tapi Mukojima, tidak pernah absen memberikan perhatian kepadanya. Sebagai pemandu bakat, dia terus mengikuti karir Mitoma dan berharap bisa merayunya bergabung ke Kawasaki Frontale.
Dan, kesempatan itu datang ketika Mitoma lulus dari Universitas Tsukuba. Seiring dengan skillnya yang semakin terasah dan kepercayaan dirinya yang lebih stabil, dia akhirnya kembali ke Kawasaki Frontale secara fulltime. Sebelumnya, memang telah terikat kontrak profesional, tapi Mitoma tetap bermain untuk tim kampusnya.
Pada musim pertamanya bermain profesional dan bermain full untuk Kawasaki Frontale di J1 atau kompetisi teratas Jepang, dia menjalaninya dengan brilian. Bermain 30 kali serta mampu mencetak 13 gol dan 13 assist pada musim 2019-2020. Bahkan, mereka menjuarai J1 dan Emperor’s Cup pada 2020. Mitoma masuk juga dalam skuad terbaik J1 2020.

Performa yang membuatnya tidak bisa berlama-lama membela Kawasaki Frontale. Talentanya tercium klub Premier League Brighton & Hove albion. Pada 10 Agustus 2021, dia resmi membela klub yang saat ini dilatih Roberto De Zerbi tersebut.
Meski meyakini talenta Mitoma, Brighton enggan terburu-buru. Mereka memutuskan terlebih dulu meminjamkannya ke klub Liga Belgia Union Saint-Gilloise. Harapannya, Mitoma bisa beradaptasi terlebih dulu dengan sepak bola level Eropa. Dan, keputusan itu sekali lagi tepat.
”Secara umum, pemain Jepang pada awalnya sulit beradaptasi dengan Premier League. Saat ini, banyak pemain Jepang pergi ke Belgia atau divisi dua di Jerman dan beradaptasi di sana, sebelum naik ke liga yang lebih tinggi,” ujar Tasuku Okawa, chief editor platform DAZN.
”Mereka membutuhkan sedikit waktu. Premier League adalah yang tersulit di dunia, jadi akan baik baginya untuk beradaptasi di sana. Ini akan menjadi periode yang baik untuk langkah selanjutnya,” lanjut Tasuku Okawa.
Di Belgia, bersama Union Saint-Gilloise, Mitoma menyumbangkan delapan gol dan empat assist. Terlepas dari performa apiknya, dia sempat punya pengalaman pahit. Itu terjadi saat debut melawan SV Zulte Waregem. Mitoma masuk di menit ke-73 dalam posisi unggul 1-0.
Dia menggiring bola, tapi terlepas dekat lingkaran tengah lapangan yang kemudian terjadi serangan balik yang cepat dan kebobolan pada menit ke-78. Memang, hal yang berat dan membuat rasa percaya diri menurun. Namun, dia bisa bangkit dan musim ini dipanggil pulang ke Brighton.
Ketika kembali ke Brighton, ternyata dia mendapatkan kepercayaan dari pelatih. Dan, saat dia turun lapangan, itu menjadi hiburan untuk penonton yang ingin menyaksikan skill dribbling dari pemain klub kesayangan mereka.
Ketika Brighton melawan Tottenham Hotspur, Mitoma masuk sebagai pengganti Pervis Estupinan pada menit 67. Ada momen ketika dia merangsek dari arah kiri masuk ke dalam kotak penalti dengan gocekannya dia melewati kepungan Pierre-Emile Hojbjerg dan Eric Dier langsung berhadapan dengan kipper Hugo Lloris.
Sayang, peluang mencetak gol itu masih ditepis Lloris. Benar-benar seperti yang dikatakan pelatih dan rekannya di tim junior, itulah Mitoma Zone. Memang, saat itu Brighton kalah 0-1, tapi penampilan Mitoma membuat suporter menyukainya.
Nah, sebagai mahasiswa lulusan fakultas olahraga, Mitoma juga piawai dalam menjaga tubuhnya. Dia sangat teratur dan disiplin tentang apa yang harus masuk dalam tubuhnya. Seperti yang dilakukan oleh seniornya, Yuto Nagatomo, dengan Bifidobacteria Programnya, Mitoma juga memiliki perhatian khusus terhadap makanan.
Mitoma memiliki seorang nutritionist yang menjaga jadwal dan merancang menu makanan. Dia adalah Ayu Ogata. Ogata menjalaninya ketika Mitoma bermain di Belgia membela Union Saint-Gilloise.
Menurut Ogata, Mitomo sosok yang sangat berdedikasi terhadap makanan yang disantapnya. Bahkan, terhadap makanan yang kurang disukainya. Padahal, dia tipe yang pemilih untuk makanan. ”Mitoma tidak suka acar dan sayuran beraroma seperti seledri, tetapi jika itu adalah hal yang baik untuk tubuhnya dan perlu, maka dia memakannya,” jelas Ogata.
Ogata menerangkan, Mitoma lebih berfokus kepada peningkatan massa otot dan sangat memperhatikan detail. Bahkan, untuk ukuran nasi dia hanya cukup dengan takaran 10 gram.
Masa-masanya bermain di Universitas Tsukuba memberikan sudut pandang berbeda kepada Mitoma. Dia tidak hanya melihat sepak bola sebagai permainan belaka, melainkan lebih luas, dalam kerangka akademis dan bisa dikaji dengan pendekatan ilmiah. (*)