Karim Benzema, Jatuh Berkali-kali dan Bangkit Berapi-api

KALAU ucapan adalah doa, maka itu telah terkabul bagi Karim Benzema. Ketika berusia 15 tahun dan masih bermain untuk Olympique Lyon U-17, Karim Djaziri, yang di kemudian hari menjadi agennya, bertanya soal apa impian yang ingin digapai Benzema dalam hidup.

”Saya ingin membelikan rumah dengan perapian untuk ibu. Saya ingin membela Real Madrid dan ingin memenangkan Ballon d’Or,” kata Benzema sebagaimana dilansir ESPN. Dan, 18 tahun kemudian, ketiga impiannya tersebut tercapai.

Bukan 18 tahun yang mudah bagi Benzema. Bersinar bersama klub pertamanya, Lyon, membuat Real Madrid kepincut. Benzema direkrut Real pada usia 22 tahun. Pada musim yang sama dengan direkrutnya Kaka, Cristiano Ronaldo, dan Xabi Alonso.

”Dia datang pada usia yang sangat muda,” kata Zinedine Zidane, mentor sekaligus mantan pelatihnya di Real Madrid kepada Marca. ”Bahkan ketika dia terkena masalah dan orang berpikir dia akan menyerah. Dia katakan pada diri sendiri, saya ingin menang di sini dan menjadi yang terbaik,” lanjutnya.

 

Benzema bagai ikan arwana dalam akuarium Lyon. Empat kali dia membantu Lyon juara Ligue 1. Pernah menjadi top scorer pada 2007-2008 dengan koleksi 20 gol. Namun, Real ibarat lautan yang dikuasai para hiu pemangsa seperti Gonzalo Higuain, Ronaldo, dan Raul.

Musim pertamanya terbilang berat. Hanya 18 kali turun sebagai starter dari total bermain 33 kali serta hanya menyarangkan sembilan gol. Manuel Pellegrini lebih memilih Higuain mengisi ujung tombak. Belum lagi masih ada Raul yang berada di ujung karir.

Ronaldo juga sangat brilian dengan 33 gol dari 35 pertandingan. Bahkan, pada tengah musim, ketika Pellegrini lebih sering mendudukkannya di bangku cadangan, kritik pedas datang dari media. Mereka membandingkan Benzema dengan Nicolas Anelka.

Ya, pemain muda yang menjanjikan, tapi gagal memenuhi ekspektasi ala Real. Namun, Zidane yang saat itu sudah pensiun dan berstatus legenda klub membelanya. ”Saat dua bulan pertama saya di Real, saya juga terkena kritik,” ujar Zidane menenangkan Benzema.

Dalam situasi masih berjuang untuk satu spot di lini serang Real, Benzema justru kena masalah di luar lapangan. Pada April 2010, televisi Prancis M6 melaporkan, ada empat pemain timnas Prancis yang terlibat dalam prostitusi anak di bawah umur.

Bersama Franck Ribery, Sidney Govou, dan Hatem Ben Arfa, Benzema dituding melakukan pesta seks. Nah, problemnya, salah satu di antara perempuan yang mereka sewa itu adalah yang berusia 16 tahun. Sesuatu yang sangat terlarang di Prancis.

Akibatnya, konsentrasinya harus terpecah dengan pemanggilan dari kepolisian serta serangkaian persidangan di pengadilan. Baru pada Januari 2014, kasus itu akhirnya berakhir karena Ribery dan Benzema dinilai tidak mengetahui bahwa gadis itu di bawah umur.

Selain itu, Benzema pun harus rela kehilangan tempat di skuad timnas Prancis pada Piala Dunia 2010. Namun, pelatih Raymond Domenech menyebut bahwa itu tidak ada kaitan dengan kasusnya di luar lapangan, melainkan karena performa buruknya di Real.

Pada musim kedua di Real, seiring dengan kepergian Raul, Benzema diwarisi nomor punggung 9. Sebab, Ronaldo memilih melepas nomor 9 dan mengambil nomor 7 milik Raul. Peluang mendapatkan menit bermain lebih banyak pun terbuka.

 

Sayang, Jose Mourinho yang datang menggantikan Pellegrini justru menilai dia sebagai pemain bertalenta yang malas. ”Benzema harus paham bahwa dirinya pemain yang sangat bertalenta, tapi itu saja tidak cukup. Real Madrid membutuhkan striker yang cemerlang, bukan lesu darah,” ucap Mourinho.

Pelatih asal Portugal itu pun pada awal musim lebih mengandalkan Higuain bersama Ronaldo di lini serang. Benzema baru mendapatkan kesempatan starter ketika pada tengah musim Higuain cedera. Dan, hebatnya dia mampu menjawab keraguan Mourinho.

Bantuan dari Zidane dan pelatih timnas Prancis kala itu, Laurent Blanc, sangat membantu bagi Benzema pada musim kedua di tangan Mourinho. Oleh kedua seniornya itu, dia disarankan ke Merano, Italia, untuk menjalani diet ketat dan pelatihan fisik.

Saat pramusim 2011-2012, berat badannya turun 8 kilogram dan dengan massa otot yang lebih bagus. Hasilnya, performanya menanjak. ”Benzema layak dapat pujian atas transformasinya. Dia mendapatkan bantuan dari saya, rekan setimnya, dan Zidane, tapi pujian tetap layak kepadanya,” kata Mourinho.

Sejak itu, meski tetap berada di belakang bayang-bayang Ronaldo, Benzema punya tempat dan peran bagi Real Madrid secara reguler. Terpilih sebagai pemain terbaik Prancis dua musim beruntun pada 2011 dan 2012 serta juara La Liga 2011-2012.

Yang tidak kalah penting, dia kembali menjadi andalan lini serang timnas Prancis pada Euro 2012 dan Piala Dunia 2014. Sayang, pada 2015 dia kembali terjatuh. Kali ini, diganjar dengan hukuman yang sangat berat, lima tahun terusir dari timnas Prancis.

Dia pun tidak dipanggil ke timnas Prancis pada Euro 2016 dan Piala Dunia 2018. Prancis yang ditangani Didier Deschamps pun mengandalkan Olivier Giroud sebagai ujung tombak utama. Les Bleus mencapai final Euro 2016 dan juara Piala Dunia 2018.

Sungguh konyol penyebabnya. Pada 2015, dia dianggap terlibat dalam kasus pemerasan video seks dari rekan sesama pemain Prancis Mathieu Valbuena. Bahkan, pada 2021 akhirnya dia dinyatakan bersalah. Padahal, pada fase ini, dia sedang menjalani karir yang luar biasa bersama Real.

Bagaimana tidak, setelah merasakan juara Liga Champions kali pertama bersama Real di tangan Carlo Ancelotti pada 2013-2014, Benzema juga jadi tumpuan saat hat-trick juara Liga Champions di tangan Zidane pada 2015-2016, 2016-2017, dan 2017-2018.

Ketika rekan-rekannya di timnas Prancis menjalani salah satu fase terbaiknya dengan dua kali mencapai final major tournament, dia hanya menonton dari layar televisi. Hingga pada suatu titik dia menyamakan Giroud sebagai mobil karting berbanding dirinya yang Formula 1.

Panggilan dari timnas Prancis baru kembali datang pada 18 Mei 2021. Kesempatan yang tidak dia sia-siakan. Bahkan, membantu Prancis menjuarai UEFA Nation League 2021. Dia mencetak satu gol dan menjadi pemain terbaik dalam final ketika mengalahkan Spanyol 2-1.

 

Bersama Real, karirnya pun semakin stabil. Tanpa Ronaldo yang memutuskan hengkang ke Juventus pada 2018 setelah empat kali mengangkat trofi Liga Champions, peran Benzema semakin krusial. Apalagi, regenerasi terjadi di Santiago Bernabeu.

Lini serang Real kini dihuni pasukan muda seperti Vinicius Junior (22 tahun) dan Rodrygo (21 tahun). ”Dia selalu berbicara dengan kami sebelum pertandingan,” kata Rodrygo kepada Guardian. ”Dia sangat membantu kami di dalam dan luar lapangan,” lanjutnya.

Kini, kita bisa melihat kembali ada pemain Prancis yang memenangi Ballon d’Or setelah Zidane merengkuhnya pada 1998 atau selisih 24 tahun. Penghargaan yang diraihnya setelah Real menjuarai La Liga Spanyol dan Liga Champions musim lalu.

Sungguh perjalanan karir yang berliku sebelum Ballon d’Or datang ke tangannya pada usia 34 tahun. Tak lagi muda. Lalu apa yang membuat Benzema bisa bangkit dari setiap kejatuhannya? Jawabannya adalah tiga misi yang telah ditetapkannya pada usia 15 tahun.

Ketika rekan seusianya sesama skuad juara Euro U-17 pada 2004 sudah habis, Benzema bersinar semakin terang. Saat itu, skuad junior Prancis dihuni Hatem Ben Arfa, Samir Nasri, Jeremy Menez, dan Kevin Constant. Api karir mereka telah meredup semuanya.

Ibunya punya peran besar atas setiap kebangkitan Benzema. ”Janji kepada ibu saya telah ditepati,” kata Benzema dalam konferensi pers setelah memenangi Ballon d’Or 2022. Lengkap sudah setelah sebelumnya membelikan rumah dan bermain untuk Real Madrid.

Benzema sangat dekat dengan sang ibu, Wahida Jebbara. Maklum, ayahnya Hafid Benzema yang lahir dan besar di Tigzirt, Aljazair, sebelum pindah ke Lyon, Prancis, lebih bersikap sebagai polisi di rumah. Sangat tegas dan disiplin kepada sembilan orang anaknya.

Apalagi, mereka tinggal di Bron. Daerah di Lyon yang banyak dihuni imigran dan memiliki tingkat kejahatan yang tinggi. Benzema pun menjalani masa kecil yang keras dan sering jadi korban bully karena tubuhnya yang agak gendut. Tapi, situasi itulah yang membuat dia semakin rajin berolahraga.

”Dia adalah bocah yang agak kurang percaya diri. Dia agak gendut dan sangat pemalu. Dengan mudahnya dia berusaha agak tak terdeteksi,” ujar Robert Valette, pelatih tim muda Lyon dilansir Bleacher Report. ”Dia enggan menjadi pusat perhatian.”

Meski begitu, dia mudah membaur dengan rekan-rekannya. Selalu mudah untuk dicintai. Tidak pernah jadi pengacau. Namun, seringkali bermasalah kalau berteman dengan orang yang tidak tepat.

Vallete coba membandingkan Benzema dengan rekan seangkatannya, Ben Arfa. Mereka sama-sama bocah keturunan dan bergabung ke akademi Lyon pada 2002. ”Hatem memiliki masalah bersosialisasi. Dia bisa saja memaki pelatihnya,” ujar Valette.

”Suatu waktu pada awal bergabung ke Lyon, dia berkelahi dengan pemain lain dalam tim karena tidak memahami apa yang harus disampaikan kepada orang lain. Itu sudah problem harian bagi Hatem,” terang mantan pemain Lyon era 1970-an itu.

Benzema berbeda. Dia sosok yang sangat loyal kepada teman-temannya. ”Karena itu, terkadang dia menjadi korban dari sikapnya yang terlalu loyal. Namun, begitulah cara hidup di jalanan, di lingkungan dia tumbuh,” ucap Valette.

Nah, sikap loyal berlebihan dari Benzema itulah yang melibatkannya dalam kasus Valbuena. Benzema memiliki teman masa kecil bernama Zenati yang sudah masuk keluar penjara. Zenati dihubungi geng yang memeras Valbuena. Zenati menghubungi Benzema untuk mengkomunikasikan dengan Valbuena. Ujungnya, Benzema ikut kena kasus.

Problem lain Benzema di masa kecil adalah korban ejekan rasis lantaran keturunan imigran. ”Kami memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda. Dia di Lyon, saya dari Marseille. Kami berdua tumbuh dalam lingkungan yang sama sekali tidak mudah buat kami awalnya,” ujar Zidane kepada L’Equipe.

”Kami hanya anak muda dari pinggiran kota yang bermimpi menjadi pemain bola professional dan kami mendapatkannya melalui kerja keras. Ada banyak kesamaan di antara kami. Keluarga kami juga berasal dari kampung yang berdekatan di Aljazair,” jelas Zidane.

Selama karirnya, selain dukungan dari keluarga, Zidane menjadi sosok penting. Sebelum menjadi pelatihnya, Zidane sudah menjadi idola dan sosok kakak yang menemaninya melewati awal karir yang berat. ”Saya nyaris seperti kakak bagi Karim,” ucap Zidane.

Benzema memang pernah terjatuh. Berkali-kali malah. Tapi, selalu bangkit berapi-api lantaran memiliki kakak angkat seperti Zidane, ibu yang penyayang dan perhatian seperti Wahida Jebbara, serta ayah yang sangat disiplin dalam diri Hafid Benzema. Keluarganya menjadi support system yang efektif. (*)

 

.

Rekian

Editor

Press ESC to close