Yamaha vs Everybody, Pertarungan Menuju Musim Baru MotoGP

SEPERTI tipikal film superhero Hollywood, seorang jagoan atau superhero biasanya mampu mengalahkan musuh-musuhnya sendirian. Musuhnya banyak, jagoannya cuma satu.

Mereka kerapkali kalah di awal, tapi menang di akhir cerita.

Gambaran serupa bakal dihadapi Yamaha di MotoGP musim depan. Sendiri melawan semua. Yamaha versus Everybody.

Pabrikan garpu tala akan menjadi satu-satunya tim yang masih bertahan menggunakan mesin empat silinder segaris di grid MotoGP. Sedangkan tim lainnya mengandalkan mesin berkonfigurasi V4. Itu terjadi setelah Suzuki memutuskan mundur dari MotoGP akhir musim 2022.

Menjadi benar-benar ”sendirian’’ karena Yamaha ditinggalkan RNF, tim satelitnya yang berpaling ke Aprilia. Artinya, soal pengembangan mesin. Yamaha hanya akan bergantung kepada Fabio Quartararo dan Franco Morbidelli. Selain tentu saja rider uji.

Tidak seperti musim ini yang masih ada Darryn Binder dan Andrea Dovizioso, yang kemudian digantikan Cal Crutchlow di tengah musim.

Dalam MotoGP, lebih banyak data yang didapat, lebih baik. Maka, peran tim satelit begitu krusial.  Bandingkan dengan Ducati yang memiliki delapan rider di grid. Masing-masing dua rider di tim pabrikan, Pramac, Gresini, dan VR46.

”Semakin banyak data maka jawaban atas sebuah masalah akan lebih presisi,’’ terang Cristian Gabbarini, kepala mekanik Ducati.

Nah, dengan hanya mengandalkan dua pembalap utama, Yamaha akan banyak menghadapi keterbatasan. Apalagi, disparitas performa antara Quartararo dan Morbidelli sangat jauh. Ini menunjukkan bahwa pengembangan motor Yamaha tidak berada di jalur yang tepat.

Karena indikasi motor itu telah dikembangkan dengan baik adalah adalah bisa dengan mudah dikendarai banyak rider. Seperti Ducati saat ini.

 

V4 vs Empat Silinder Segaris

Secara umum dua jenis konfigurasi mesin MotoGP memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. V4 lebih bertenaga sehingga unggul di trek lurus. Sementara empat silinder segaris punya karakter lebih halus dan mengandalkan corner speed.

Ducati, KTM, Honda, dan Aprilia semua memilih mesin V4 karena keunggulan tersebut. Semakin kemari, mereka telah mampu mereduksi kelemahan di tikungan. Sehingga rider-rider dengan mesin V4 kini tak hanya bisa menyalip di trek lurus, tapi juga saat bertarung di tikungan.

Sedangkan, mesin satu silinder segaris setiap tahunnya berupaya meningkatkan power mesin, tanpa harus mengorbankan kelincahannya di tikungan. Dan sejatinya, motor MotoGP memang lebih butuh kelincahan di tikungan ketimbang adu drag race di trek lurus.

Namun keuntungan bisa menyalip di trek lurus adalah rider bisa lebih menghemat ban.

Itulah kenapa, begitu mendapatkan rumus dan resep yang pas, mesin empat silinder segaris bisa begitu hebat. Sebelum Ducati keluar sebagai jawara tahun ini, dua musim beruntun MotoGP dikuasai mesin empat silinder segaris. Melalui Joan Mir (Suzuki) pada 2020 dan Fabio Quartararo (Yamaha) 2021.

Memburu Power Mesin Ducati

Pada tes post season MotoGP di Valencia pekan lalu, Fabio Quartararo yang sudah berharap banyak pada pengembangan motor Yamaha malah pulang dengan kecewa.

Motor barunya tak lebih kencang dari versi lama (2022) yang gagal mengantarnya mempertahankan gelar juara karena kalah oleh Francesco Bagnaia.

Lagi-lagi, tenaga mesin menjadi titik complain Quartararo. Dari tabel top speed yang didapat dari tes MotoGP di Valencia, YZR-M1 masih kalah 7-8 kilometer per jam dari Desmosedici.

”Aku pikir motor ini sudah lebih baik saat aku mencobanya di Monza, tapi ternyata sekarang sama saja dengan motor lamaku,’’ keluh Quartararo.

Sejatinya, pengembangan mesin empat silinder segaris yang menunjukkan arah positif ditunjukkan Suzuki.

Pada seri pembuka musim 2022 di Losail, Qatar, Suzuki memenangi adu top speed dengan Ducati. GSX-RR yang ditunggangi Joan Mir mampu menembus kecepatan tertinggi 354,8 kilometer per-jam di trek lurus. Mengalahkan Ducati tercepat yang dikendarai Johann Zarco dengan 351,9 kilometer per jam.

Dengan kisah sukses ini pula, Yamaha merekrut sejumlah mekanik top Suzuki yang kehilangan pekerjaan untuk pindah garasi mulai musim depan.

Salah satunya memangil pulang Doctor Tom O’Kane. Kepala mekanik tim uji Suzuki bersama Sylvain Guintolli itu pernah bekerja untuk Yamaha pada era 80-an di bawah bendera Kenny Robert.

Dia sudah bekerja dengan Suzuki sejak awal persiapan mereka kembali ke MotoGP pada 2013. Mekanik asal Irlandia itu memimpin tim uji sambil menyelesaikan program doktoralnya di Dubin Ciy University. Dia salah satu dari sedikit mekanik di paddock MotoGP yang bergelar doktor.

O’Kane menjadi sosok besar kedua yang direkrut Yamaha setelah sebelumnya juga mendatangkan Luca Marmirini. Dia adalah mantan kepala mekanik mesin di Ferrari dan Toyota di Formula 1. Sebelum ke Yamaha, dia bekerja untuk Aprilia.

Dengan serentetan usaha dan gebrakan yang dilakukan Yamaha, mereka ingin merajut kembali jalan menuju juara. Mereka sudah punya Fabio Quartararo yang jenius dalam memaksimalkan potensi motor sekecil apapun. Melawan gempuran Ducati sendirian.

Meski sendiri, Yamaha sejatinya punya potensi. Dan jika berhasil menandingi bahkan mengalahkan dominasi Ducati musim depan, jadilah Yamaha akan membuktikan bahwa jagoan yang bertarung sendirian bukanlah mitos di Hollywood saja. (*)

 

.

Andhika Attar

Editor

Press ESC to close