Youssoufa Moukoko Mengajari Cara Membalas Hinaan dengan Elegan

SAYA ingin berhenti (bermain sepak bola, Red),” kata Youssoufa Moukoko tiga tahun silam. Frustrasi. Itulah yang dia rasakan. Bukan karena skill yang tidak meningkat ataupun cedera, melainkan lantaran tudingan pencurian umur dan hinaan rasis yang kerap diterima.

Syukurlah, selain dukungan dari pelatih dan keluarga, pada dasarnya dia bukan sosok yang mudah menyerah. Andai saja, Moukoko tenggelam dalam sikap negatif itu, maka saat ini bisa jadi namanya tidak ada dalam daftar skuad Jerman yang berangkat ke Piala Dunia 2022 di Qatar.

Moukoko hanya punya satu resep jitu dalam mengatasi selentingan negatif kepada dirinya, yakni melalui sepak bola. Sebab, pada akhirnya, pembuktian paling sahih memang melalui performa di lapangan hijau.

Ketika usianya dipertanyakan. Hinaan rasis kerap dialami. Moukoko yang berusia 15 tahun kala itu, membalasnya dengan gol. Peristiwa ini terjadi saat Moukoko bermain untuk Borussia Dortmund U-19 melawan Schalke 04 U-19.

Saat itu, meski berusia 15 tahun, dia sudah tergabung dalam skuad U-19. Pasca mencetak gol kedua, hinaan berbau rasisme muncul dari kelompok suporter Schalke 04. Alih-alih terbawa suasana dengan ujaran rasisme, Moukoko malah membalasnya dengan elegan: mencetak gol ketiganya dengan sangat spektakuler. Sepakan keras dari jarak 25 meter. Pada laga derby tersebut, Borussia Dortmund menang 3-2. ”Saya bangga dilahirkan dengan warna kulit seperti ini, dan saya akan selalu bangga karenanya. #BlackLivesMatter,” tulis Moukoko di Instagram-nya pasca pertandingan.

Meski berpaspor Jerman, Moukoko lahir pada 20 November 2004 di Yaounde, Kamerun. Tepatnya di sebuah lingkungan yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, yaitu distrik Briqueterie. Yaounde adalah ibu kota Kamerun, sekaligus menjadi kota terbesar kedua di Afrika Barat setelah Douala.

Yaounde memiliki sejarah keterkaitan dengan Jerman. Ini terbukti dari latar belakang berdirinya kota Yaounde yang didirikan oleh para pedagang Jerman pada 1888 sebagai pusat perdagangan gading dan pusat riset pertanian. Yaounde juga dikenal sebagai kota kelahiran legenda tim nasional Kamerun, Roger Milla. Selain Milla, kapten tim nasional Kamerun, Vincent Aboubakar juga lahir di Yaounde.

Moukoko lahir dari pasangan Joseph Moukoko dan Marie Moukoko. Sang Ayah, Joseph, sudah tinggal di Jerman, tepatnya di Hanseatic City, Hamburg, Jerman. Joseph tinggal di Jerman sejak 1990-an dan telah mengantongi paspor Jerman. Terkait apa yang dilakukan oleh Joseph Moukoko di Jerman, sang anak sekaligus kakak dari Youssoufa, Borel Moukoko mengungkapkannya dalam sebuah wawancara bersama Goal.

”Dia mencoba mencari pekerjaan di sini. Pada awalnya, tentu saja, sama sekali tidak jelas baginya bagaimana segala sesuatu akan berjalan di Eropa. Seperti banyak orang asing yang pergi ke negara asing, dia harus berjuang keras untuk hidup. Kemudian dia lulus dari Abitur Jerman, lalu belajar dan bekerja sebagai insinyur dan mekanik. Dia terkadang lebih suka bekerja daripada tidur. Hanya untuk memberi kami kesempatan suatu hari nanti untuk memiliki masa depan yang lebih baik.” ujar Borel.

Tatkala sang Ayah berada di Jerman, Moukoko menghabiskan masa kecilnya di Kamerun bersama nenek dan keempat saudaranya. Salah seorang saudaranya, Borel Moukoko, juga pemain sepak bola yang saat ini membela FC Ferizaj.

Berada di Kamerun, Moukoko sudah bermain bola sejak kecil. Namun, kehidupan Moukoko di Kamerun masih terbilang sulit. ”Kami hanya memiliki satu bola, dan jika ditendang terlalu jauh, maka kami tidak memiliki bola lagi,” ujar Moukoko melansir laman resmi Borussia Dortmund.

”Saya tahu betapa sulitnya bagi banyak orang di sana. Kami tidak memiliki sepatu atau jersey sepak bola. Saya sering berbicara dengan teman-teman saya tentang waktu ini." lanjut pemain bernomor punggung 18 itu.

Sulitnya kehidupan di Kamerun juga diakui kakaknya, Borel. Kamerun, bagi Borel dan Youssoufa, bukanlah tempat yang pas bagi keduanya untuk mengembangkan bakat sepak bola.

”Kami semua tinggal di bawah satu atap di sana. Saya bersekolah seperti biasa dan bermain sepak bola di jalanan .... Ibuku menentangnya, karena sekolah harus menjadi prioritas (daripada sepak bola). Secara umum, banyak orang tua di Kamerun berpikir bahwa sepak bola tidak akan memberikan masa depan yang baik bagi mereka. Saya sering bermain sepak bola ketika ibu saya sedang bekerja.” ujar Borel.

”Namun ayah berbeda. Dia berkata jika suatu hari nanti saya memiliki impian bermain sepak bola secara profesional, mengapa tidak? Dia menyerahkan keputusan kepada saya dan saya memilih Jerman,” lanjut Borel.

Kehidupan Moukoko di Kamerun bertahan sampai usianya 10 tahun. Sang Ayah, yang berada di Jerman, memboyong Moukoko untuk pindah ke Jerman, tepatnya di Hamburg, tempat ayahnya tinggal. Berada di Hamburg, Moukoko langsung bergabung dengan akademi St. Pauli yang saat itu berada di bawah asuhan Jona Louca.

Jona Louca, pelatih akademi St. Pauli saat itu mengungkapkan tentang bagaimana impresinya ketika kali pertama bertemu dengan Moukoko. Saat bergabung di akademi St. Pauli, Moukoko masih berusia 10 tahun, dan sedang melakukan trial bersama St. Pauli U-13. ”Youssoufa (Moukoko) datang ke latihan dengan pakaian normal, tanpa membawa sepatu atau perlengkapan olahraga lainnya. Kami biasanya memberi mereka (para tamu) jersey, tapi bukan sepatu,” kenang Louca melansir Bild.

”Pada akhirnya, salah seorang rekan satu tim meminjamkannya sepatu,” lanjut Louca. Hari itu, Moukoko berhasil memukau Louca dan St. Pauli. Louca bahkan sangat terpukau dan langsung memberikannya kesempatan untuk bergabung bersama tim muda St. Pauli.

”Dalam lima menit, kami tahu bahwa kami akan mempertahankannya. Kali pertama dia mengenakan seragam St. Pauli adalah di kejuaraan di luar Hamburg. Dia adalah pencetak gol terbanyak dan sekaligus menjadi pemain andalan. Kami juga memenangkan derby di final melawan Hamburg,” ujar Jona Louca.

Setelah berada dua tahun di akademi St. Pauli dengan catatan 23 gol dalam 13 pertandingan, Moukoko hijrah menuju Borussia Dotrmund pada 2016, tempat di mana Moukoko dikenal dunia. Berseragam Dortmund, Moukoko tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Moukoko, yang baru berusia 12 tahun, langsung masuk ke dalam skuad Dortmund U-17.

”Terkadang saya duduk di kamar dan berpikir tentang bagaimana saya sampai di sini, dan seberapa cepat semuanya terjadi. Sekarang saya bermain untuk Borussia Dortmund, dan saya memiliki perjalanan tandang ke Barcelona, ​​Milan atau Praha, beberapa tahun yang lalu. Saya hanya bermain-main dengan teman-teman saya untuk bersenang-senang.” ujar Moukoko.

Berada di Dortmund adalah awal dari tantangan sebenarnya sebagai pemain sepak bola. Penampilan Moukoko yang impresif dan meledak-ledak bersama De Borussen menimbulkan pertanyaan-pertanyaan penuh keraguan dari orang-orang di luar sana, salah satunya terkait usia Moukoko.

Bahkan, tanpa tedeng aling-aling, ketika itu pelatih Hombruch U-17 Matthias Jabsen mempertanyakan usia Moukoko. ”Saya tidak berpikir dia berusia 12 tahun. Para pemain saya juga tidak," ujar Jabsen sebagaimana dilansir Goal.

”Saya tidak mengerti mengapa ayahnya (Moukoko) tidak melakukan tes usia, yang akan membantu semua orang,” lanjut Jabsen.

Tentu saja, Dortmund tidak tinggal diam tatkala salah seorang pemainnya dituding seperti itu. ”Dia 12 (tahun). Itu faktanya, dan tidak ada keraguan atas itu,” ujar Lars Ricken, youth coordinator dari Borussia Dortmund.

Bahkan, ketika Moukoko sudah naik level ke Dortmund U-19 pada usia yang masih 14 tahun, pertanyaan soal kebenaran usianya masih terus mengiringi. ”Beberapa laporan media tentang dia (Moukoko) sangat mengecewakan. Dia bermain di tim U-17 kami karena kami percaya bahwa dia memang pantas dan sportif masuk dalam kelas usia ini. Dia bermain di tim yang sangat bagus dan memiliki rekan satu tim, yang juga mendukungnya dengan baik.” lanjut mantan gelandang Borussia Dortmund dan timnas Jerman itu.

Keraguan atas usia Moukoko juga dibantah oleh sang Ayah, Joseph Moukoko. Kepada BBC Worlwide, melansir Who Ate All The Pies, Joseph mengatakan bahwa dirinya memiliki bukti yang sah bahwa anaknya benar-benar berusia 12 tahun saat itu.

”Segera setelah kelahirannya (Moukoko), saya mendaftarkannya di kedutaan Jerman di Yaounde (Kamerun). Kami memiliki akta kelahiran Jerman.” ujar Joseph Moukoko. Salah satu alasan mengapa Joseph mendaftarkan anaknya untuk dapat akta kelahiran Jerman, karena Joseph sudah mengantongi kewarganegaraan Jerman.

Segala keraguan atas usianya terus mengitarinya hingga dia berusia 15 tahun, dan sempat membuat Moukoko frustrasi. Di usianya yang baru beranjak 15 tahun, Moukoko mengungkapkan bahwa dirinya ingin berhenti dari sepak bola.

”Awalnya, pemberitaan itu sangat mengganggu pikiran saya, terutama ketika mereka membahas usia saya. Saya tidak ingin melakukan ini lagi pada diri saya sendiri. Saya ingin berhenti (bermain sepak bola). Namun, pelatih saya (pelatih muda Dortmund, Sebastian Geppert) banyak membantu saya, dia mendukung saya. Hingga saya bisa melupakan segalanya di lapangan,” jelas Moukoko kepada WAZ, melansir Mozzart Sport.

Setelahnya, Moukoko memang tak pernah lagi menghiraukan isu yang beredar mengenai usianya. Dia tetap tampil impresif bersama tim muda Dortmund, dan terus mencetak gol. Selama berseragam Borussia Dortmund, baik U-17 dan U-19, Moukoko total sudah mencetak 141 gol dari 88 penampilan.

Penampilan impresifnya bersama tim muda Dortmund, membuat Lucien Favre, pelatih tim utama Borussia Dortmund memasukkan namanya ke dalam skuad De Borussen sejak Januari 2020. Laga pertama Moukoko bersama tim utama Borussia Dortmund adalah ketika De Borussen menghadapi Herta BSC. Pada menit 85, Moukoko masuk menggantikan Erling Haaland.

Penampilan Moukoko dalam laga tersebut terjadi saat usianya baru menginjak 16 tahun 1 hari, yang sekaligus memecahkan rekor pemain termuda yang pernah bermain di Bundesliga, yang sebelumnya dipegang oleh Nuri Sahin pada 2005.

Ada hal menarik ketika Moukoko berada satu tim dengan bintang Norwegia, Erling Haaland. Melihat bagaimana Moukoko bermain, Haaland memberikan pujian terhadap Moukoko. ”Moukoko jauh lebih baik daripada saya di usianya. Saya belum pernah melihat anak berusia 15 tahun yang begitu baik dalam hidup saya. Di usia 15 tahun, dia sudah bermain untuk Dortmund. Di usianya, saya masih bermain untuk kampung halaman saya di Bryne," ujar Haaland yang saat ini berseragam Manchester City.

Musim 2022-2023 menjadi musim yang sangat berkesan bagi Moukoko. Kepergian Haaland ke Manchester City, dan cederanya Sebastian Haller, membuat Moukoko menjadi pilihan utama Der Borussen di bawah kendali Edin Terzic. Musim ini, Moukoko sudah mencetak 6 gol dari total 22 penampilannya di semua kompetisi.

Penampilan impresifnya bersama Dortmund inilah yang membuat Hansi Flick memasukkan nama Youssoufa Moukoko ke dalam skuad Der Panzer. Sebelumnya, Moukoko memang sudah tergabung dalam tim muda Der Panzer. Selain itu, faktor cedera yang dialami oleh Timo Werner dan Marco Reus juga membuka kesempatan Moukoko berseragam Der Panzer senior dalam ajang Piala Dunia 2022 di Qatar.

”Tahun lalu, di waktu yang sama, saya masih berkutat dengan cedera, dengan waktu bermain yang sedikit,” tulis pemain Borussia Dortmund itu di unggahan Instagram pribadinya tentang bagaimana perasaannya dipanggil oleh timnas Jerman.

”Namun, saya selalu berusaha untuk berpikir positif, dan percaya pada diri sendiri. Saya tahu apa yang bisa saya capai, dan sekarang hanya untuk menjadi bagian dari Piala Dunia, sebuah tujuan yang diimpikan oleh para pemain. Dan itu membuat saya sangat bangga,” lanjut pemain bertinggi 179 cm tersebut.

Begitulah Moukoko. Meskipun usianya masih sangat muda, dia tak pernah mengambil hati segala hal negatif yang datang kepada dirinya. Cedera, hinaan rasis, keraguan dan skeptisme dari orang-orang, tak lagi dihiraukannya. Pemain berzodiak scorpio itu tahu bahwa yang harus dia lakukan hanyalah bermain sepak bola dan mencetak gol. (*)

 

.

Iqbal Syahroni

Reporter

Press ESC to close