Masjid Joglo Rahmatan wa Salaman; Materialnya Benar-Benar Kuno, Usia Pintunya 153 tahun, Gebyoknya Bertanda 1871

Masjid di tengah persawahan ini memang baru berdiri. Namun, material bangunannya benar-benar kuno. Membuat mereka yang masuk ke masjid seakan tersedot ke masa silam dengan nuansa kuno yang sedikit mistis.

------------------------------------------------

Letaknya jauh dari permukiman. Bila menujunya, dari jalanan aspal, harus melewati jalan makadam sejauh 150 meter. Namun, sudah terlihat bila kita melewati jalur menuju Puhsarang. Masjid dengan desain arsitektur Jawa ini berada di Dusun Cangkring, Desa Titik, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.

Masjid ini tergolong baru. Mulai Dibangun pada 17 Ramadan 1440 H atau 22 Mei 2019. Semua material bangunannya dari kayu. Jadi, benar-benar menerapkan konsep joglo.
Rahmatan-03

Pintu lawas bertahun 1871 di Masjid Rahmatan wa Salaman.


"Mungkin ini satu-satunya masjid di Kediri yang sepenuhnya tersusun dari kayu," terang Muhammad  Nasrullah, Takmir Masjid Rahmatan wa Salaman.

Sembari berkeliling, Nasrullah mengatakan sebenarnya proses pembangunannya hingga kini belum selesai secara keseluruhan. Namun, bangunan utamanya sudah bisa dimanfaatkan.

"Butuh satu tahun membangun bangunan utama joglonya," terang sang takmir, sambil menyebut masih banyak bagian yang perlu disempurnakan.

Bangunan utama-dan juga aula- masjid yang berdiri di lahan seluas 3.500 meter persegi ini full kayu lama, bukan bikinan baru. Diperoleh dengan membeli bangunan-bangunan lawas. Jadi, murni kuno. Bukan sekadar berdesain klasik saja.

Pintu utamanya gebyok ukiran, khas Majapahitan. Berdaun pintu papan utuh setebal 6 cm. Berhiaskan kaligrafi Rahmatan wa Salaman serta huruf lafadz Allah dan Muhammad di bagian atas. Masih ada gebyok polosan di pintu lain.

rahmatan4

Anak-anak belajar mengaji di Masjid Rahmatan wa Salaman.

Masuk ke dalam, hawa sejuk terasa. Lantainya dari batu marmer Tulungagung. Membuat telapak kaki merasakan dingin bila menginjaknya.

Khasnya bangunan joglo, ada empat pilar utama atau saka guru. Terbuat dari kayu. Kemudian ada 12 pilar lagi yang disebut cagak peracik.

“Hampir 80 persen kayunya dari bongkaran rumah kuno. Kami kumpulkan dari berbagai daerah di Jawa," urai Nasrullah.

Tentu saja usianya sangat tua. Saka guru-nya dulu bekas rumah seorang kepala dusun di Desa Mantup, Lamongan. Yang sudah dihuni sebanyak empat generasi! Yang perkiraan mulai digunakan pada 1900-an.

Yang menjadikannya terasa sangat kuno adalah permukaan kayunya bergelombang bekas bacokan. "Dalam dunia kayu klasik dinamai jati petel. Karena dibentuk dengan dibacok pakai petel kayu (alat mirip cangkul kecil untuk membentuk kayu, Red)," cerita sang takmir lagi.

Ujung bawah Soko guru itu dihiasi ukiran dan kaligrafi nama masjid Rahmatan wa Salaman. Tinggi keseluruhan dengan umpak sekitar 5 meter. Lebar sisi-sisi soko itu 20cm. Tegak menyangga ‘ulengan’ khas rumah joglo. Ulengannya terdiri dari empat batang kayu sunduk kolong dan kili yang menyatukan 4 soko guru, kemudian di atasnya empat batang kayu pengeret yang menahan tumpukan batang kayu tumpangsari.

ulengan

       Ulengan joglo masjid Rahmatan wa Salaman.

“Kalo di total seluruh ulengan itu terdiri dari 77 batang kayu. Ditengah ulengan dihiasi dodok besi ukir dengan kaligrafi tulisan Lafadz Allah yang secara khusus kami pesan dari pengrajin ukir di Demak, Jawa Tengah. Tentu bahannya dari kayu lawasan juga” terang Nasrullah.

Sedangkang 12 batang soko peraciknya memiliki lebar 12cm. tinggi sekitar 4 meter berdiri mengelilingi soko guru. Soko peracik itu menahan atap dengan plafon dari papan kayu. Papan-papan kayu itu tersusun rapi menutupi seluruh atap ruangan utama.  Jika dihitung, bisa jadi dibutuhkan ribuan papan untuk plafon ruangan atap itu.

Di bagian Imaman, tempat imam salat, ditutup gebyok ukir  kuno. Lebar gebyok imaman itu kira-kira 7 meter. Di tengahnya ada pintu tanpa daun  akses menuju imaman yang berukuran 2,5 x 5 meter. Lantai dan dinding imaman ini semuanya dari kayu. Berhias jendela di sisi utara dan selatan.

Kembali ke bagian utama masjid, ada dua pintu di sisi selatan dan empat di utara. Tiga pintu di sisi utara adalah gebyok kuno. Yang di salah satu pintu terukir  tahun pembuatan, 1871! Artinya, umurnya sudah 153 tahun!

Di sebelah utara bangunan utama masjid yang berukuran 18 x18 meter itu ada ruang yang lebih kecil. Berukuran 13 x 13 meter dan berfungsi sebagai aula. Lantai aula ini menggunakan batu marmer tapi ukuran per lembarnya lebih kecil dibanding yang digunakan di bangunan utama masjid.

sinom1

            Warga berfoto di salah satu sudut aula rumah sinom Masjid Rahmatan wa Salaman
 

“Bangunan aula ini aslinya rumah sinom dari Kabupaten Ponorogo. Kemudian dipindah ke sini difungsikan untuk aula. Kami hanya melebarkan teras depannya dan menambahkan umpak di soko sokonya agar lebih tinggi," sambung Mikail Jalalluddin Rumi, remaja masjid yang mendampingi Nasrullah.

Yang menambah kesan klasik dan kuno, disekitar emperan masjid dihiasi lumpang dan lesung kayu yang sudah erosi. Ada 22 tiang penyangga teras. Tiang tiang teras itu sebagian berupa kayu glondongan tanpa di scrub. Di ujung teras depan sebelah utara berdiri kentongan besar yang disangga kayu yang juga glondongan. Terbuat dari kayu nangka, tinggi ketongan itu sekitar dua meteran. Dengan diameter 50 cm. Saat radar Kediri mencoba menabuhnya, bunyinya begitu nyaring dan menggema.

kentongan10

“Kentongan ini punya cerita sediri. Kami mendapatkan dari Desa Jagung, Kecmatan Pagu. Pak Agus, yang terakhir merawat kentongan ini menceritakan kalau kentongan itu tinggalan leluhurnya. Dulu kakek buyutnya adalah seorang Demang di Njagung. Namanya Demang Ronodiharjo dan beristri Nyai Siti Khotijah. Sekitar tahun 1920an Kentongan ini dulu digunakan kakek buyutnya tersebut untuk memanggil warganya jika ada sesuatu. Sekarang kami gunakan disini untuk menandai waktu solat,” cerita Mikail.

Soal nama masjid Mikail menjelaskan, Rahmatan wa Salaman artinya kasih sayang dan keselamatan. “Nama itu untuk mengingatkan kami kepada kakek dan nenek kami. Yaitu Mbah Kasih dan Mbah Slamet. Dan kami anak cucunya mengabadikannya menjadi nama msjid joglo ini,” kata Mikail.
rahmatan42

Jika anda butuh tempat ngabu burit dengan suasana pedesaan kuno, persawahan, dan klasik. Anda bisa moncoba berkunjung di masjid joglo ini. Rasa tenang dan damai, jauh dari keramaian, jauh dari bising kendaraan bisa anda dapatkan. Saat pagi dan sore suasana begitu shyahdu. Di malam hari anda akan disuguhi aneka suara alam. Derik jangkrik dan teot teblung suara kodok. Sangat cocok untuk berkhalwat dan tafakkur mendekatkan diri kepada sang pencipta. (Habibah Annisa Muktiara/han/fud)

Press ESC to close