Mitos di Dusun Setono tak hanya soal larangan masuk pada beberapa profesi saja. Ada pula punden yang dikenal keramat. Mereka yang masuk-konon-harus memiliki ilmu agama yang kuat.
-----------------------------------------------------------------------------------
Punden itu berada di pemakaman umum Dusun Setono, di Desa Tales, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Seperti halnya punden-punden lain, ada beberapa ‘kelebihan’ yang melekat. Termasuk tidak boleh menyebut nama mereka yang dimakamkan di tempat itu.
Adalah Sabar, juru kunci makam, yang menceritakan bahwa di desa tersebut terdapat sebuah punden. Mererupakan makam seorang tumenggung dari Mataraman. Bergelar Raden Wiro Tumenggung Wiratmojo dari Keraton Jogjakarta.
Di makam ini juga ada kuburan para penggawa hingga cucu. Termasuk pula penggawa Putri Kediri. Namun, nama-namanya tak boleh disebutkan karena sakral. Termasuk menyebut atau menunjukkan lokasi makamnya, termasuk pantangan.
“Namun memang dimakamkan di sini,” kata sang juru kunci.
Selain pantang menyebutkan nama yang dimakamkan, ada lagi syarat lain. Yaitu soal mereka yang hendak masuk ke area punden.
"Orang yang ingin masuk ke punden harus memiliki ilmu agama yang kuat," kata Sabar.
Jika tidak punya bekal ilmu agama yang kuat, Sabar menyebut ada kemungkinan mendapat sesuatu yang tidak diinginkan. Seperti tiba-tiba sakit. Larangan ini juga berlaku bagi media yang akan melakukan liputan.
Alasan itu yang membuat Sabar selalu melarang awak media yang hendak mengambil foto atau rekaman di punden. Selain bisa mengundangkejadian yang tidak diinginkan, foto dan rekaman juga akan rusak.
"Saat saya sedang bersih-bersih makam, biasanya (ada yang) merekam pakai handphone. Namun handphone yang digunakan merekamitu kemudian rusak, " cerita Sabar.
Cerita-cerita ini memang pelengkap dari mitos yang dipercaya masyarakat dusun selama berpuluh-puluh tahun. Yang paling terkenal adalah beberapa profesi yang tidak boleh masuk ke Dusun Setono. Profesi yang dilarang itu tertera jelas di gapura masuk dusun.
"Priyayi, BB, Aparatur Pemerintah, TNI dan Polri," sebut Sabar.
Lokasi terlarang ini memang tak luas. Hanya ada satu rukun tetangga (RT) saja. Termasuk di punden ini.
"(Bila melanggar) entah pangkatnya akan turun atau dia kenapa-kenapa pasti akan terjadi. Karena sudah menjadi adat desa tales ini," Sabar mengingatkan.
Mereka yang dilarang masuk tersebut bila terpaksa melakukan harus menanggalkan pakaian dinasnya. Alkisah, katanya, dulu ada seorang guru berkunjung ke dusun dan masih berpakaian dinas. Dia mendatangi rumah Mbah Kiai Anwar salah seorang sesepuh. Tanpa tahu ada larangan itu sebelumnya. Ketika pulang, dan baru sampai teras, sudah ada perintah mutasi ke Papua.
"Sejak saat itu tanda yang dulu hanya berupa papan seng, kemudian diganti menjadi tugu seperti saat ini," ungkap Sabar.
Sabar menghitung, sudah lima kali ada kejadian sial seperti itu. Salah satunya adalah aparat TNI yang nekat melangkah kaki masuk ke daerah terlarang. Dan petaka menghampiri saat perjalanan pulang. Baru saja keluar gang dia mengalami kecelakaan. "Tertabrak bus dan meninggal," kenang Sabar.
Kutukan Putri Sakit Hati Tak Berlaku bagi Warga dan Keturunannya
Ada asap tentu ada api. Ada mitos, tentu pula ada asal-muasalnya. Yang menyebabkan ada larangan priyayi, aparatur pemerintah, serta anggota TNI dan Polri masuk ke Dusun Setono adalah kisah Putri Ambarsari.
Konon, Putri Ambarsari adalah salah seorang putri Kerajaan Kadiri yang melarikan diri. Karena menolak lamaran seorang bangsawan.
"Saat melamar, bangsawan tersebut mengaku belum memiliki anak - istri," Sabar berkisah.
Awalnya Putri Ambarsari menerima. Ketika dia berkunjung ke keluarga bangsawan di Solo, ternyata faktanya terkuak. Si pelamar sudah unya anak dan istri.
Merasa ditipu Ambarsari kecewa. Dia pun melarikan diri ke Dusun Setono. Kebetulan di dusun ini dia punya kerabat. Yaitu keluarga Raden Wiro Wiratmojo, orang yang babat alas alias yang membuka wilayah ini jadi permukiman.
Ternyata si bangsawan nekat. Kecantikan Putri Ambarsari membuatnya tergila-gila. Dia pun mencari hingga ke Dusun Setono. Mengirim utusan untuk membawa sang putri. Nah, saat dipaksa itulah keluar kata-kata kutukan tersebut.
Namun peraturan tersebut tidak berlaku bagi mereka yang memang penduduk asli. Atau keturunan dari warga desa tersebut. Seperti setelah lama merantau, saat kembali sudah bekerja menjadi aparat pemerintah atau TNI dan Polri. Hanya saja disarankan, untuk berjaga-jaga tidak mengenakan seragam dinas saat pulang.
"Kalau ditanya di mana Putri Ambarsari saat ini tidak ada yang tahu," aku Sabar.
Konon pula, apakah Putri Ambarsari dalam keadaan hidup atau meninggal tidak ada yang tahu. Makamnya juga tidak pernah ditemukan. Banyak yang mempercayai bahwa putri tersebut telah muksa. (habibah muktiara/fud)